Ruwatan
adalah satu upacara tradisional supaya orang terbebas dari segala macam
kesialan hidup, nasib jelek dan supaya selanjutnya bisa hidup selamat sejahtera
dan bahagia.
Ruwatan yang
paling terkenal yang sejak zaman kuno diselenggarakan oleh nenek moyang adalah Ruwatan
Murwakala. Dalam ruwatan ini dipergelarkan wayang kulit dengan cerita
Murwakala, dimana orang-orang yang termasuk kategori sukerto diruwat/disucikan
supaya terbebas dari ancaman Betara Kala, raksasa besar yang kejam dan
menakutkan, yang suka memangsa para sukerto.
Persiapan pelaksanaan ruwatan
Sebelum pelaksanaan upacara ruwat, beberapa hal berikut sudah ada ditempat
upacara.
1.
Para sukerto
yang berpakaian serba putih bersih. Warna putih adalah lambang dari suci
2.
Orang tua
dari para sukerto berpakaian adat dengan apik.
3.
Seorang
dalang sepuh yang mumpuni untuk melakukan upacara ruwatan sukerto, lengkap
dengan seperangkat panggung wayang kulit dengan gamelan dan para penabuh dan
pesindennya.
4.
Tempat untuk
pelaksanaan ruwatan yang cukup luas untuk panggung wayang kulit, tempat duduk
para sukerto dan orang tuanya dan tempat-tempat air untuk memandikan sukerto.
5.
Sesaji yang
diperlukan yang cukup banyak macamnya.
Pelaksanaan Ruwatan
1.
Para sukerto
diantar oleh para orang tuanya diterima oleh Ki Dalang yang akan meruwat.Salah
seorang orang tua sukerto atau seseorang yang ditunjuk menyerahkan para sukerto
kepada Ki Dalang untuk diruwat. Serah terima sukerto berjalan dengan khusuk,
dibarengi aroma ratus dupa yang lembut harum. Suasana sakral terasa.
2.
Para sukerto
duduk bersila dibelakang kelir wayang dan selama pagelaran bersikap santun dan
memperhatikan cerita wayang dan nasihat, kidung dan doa-doa/mantra yang
diucapkan oleh Ki Dalang. Para orang tua sukerto duduk ditempat yang telah
disediakan, dekat dengan putra-putrinya.
3.
Ki Dalang
duduk ditempatnya didepan kelir dan mulai mendalang wayang dengan cerita
Murwakala.
Cerita Muwakala
Pagelaran
wayang kulit dimulai dengan adegan jejer di Jonggring Salaka, Betara Guru,
ratunya para dewa, didampingi oleh Betari Durga, istrinya, dihadap oleh Betara
Narada, Sang Patih dan para dewa yang lain.
Sesudah para
dewa menghaturkan sembah kepada Betara Guru, Narada melaporkan keadaan didunia
,dimana kawula sangat risau, karena banyak orang yang menjadi mangsa Kala,
raksasa seram, tinggi besar. Kala itu sangat rakus, banyak anak-anak, orang
tua,lelaki, wanita ,dia tangkap dan makan.
Dengan emosional Narada memohon supaya perbuatan raksasa Kala dihentikan
segera.
Guru bertanya : “ Siapa yang dimangsa oleh Kala?”
Narada menjawab : “ Sekarang ini, Kala memangsa siapapun yang ketemu dia. Dia
bertindak ngawur dan serakah. Dia melanggar peraturan yang telah ditetapkan
dewa.
Betara Guru menyela :” Apa ketentuan dewa itu?”
Narada menjawab : “ Yang boleh dimangsa Kala adalah manusia yang masuk kategori
sukerto. Itu sebenarnya sudah lebih dari cukup,karena jenis sukerto itu banyak
sekali. Jadi banyak orang yang ketakutan dikejar-kejar oleh Kala. Hal ini
tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Kala harus segera dikendalikan, kasihan penduduk
bumi”.
Betara Guru setelah mendengarkan pendapat para dewa, memerintahkan supaya Kala
dipanggil. Sidang para dewa juga memutuskan bahwa Betara Guru sendiri yang akan
turun tangan mengendalikan Kala, karena Kala punya watak sulit dan punya
kesaktian tinggi.
Siapa sebenarnya Betara Kala?
Para dewa tidak tahu siapa sebenarnya Kala. Seperti orang-orang bumi mereka
tahunya Kala adalah raksasa seram tinggi besar yang suka makan daging manusia.
Hanya Guru dan Durga yang tahu siapa Kala sebenarnya,karena dia adalah anak
Guru dan Durga. Kala adalah anak yang terjadi dari kama salah, sehingga menjadi
mahluk yang berwatak jahat, yang hanya mementingkan diri sendiri.
Begini kisah kelahiran Kala :
Disatu hari
yang cerah, diawang-awang biru muda nan cerah, Guru bersama istrinya,
Durga, dengan menaiki lembu Andini, bercengkerama mengelilingi dunia.
Pemandangan begitu indah.langit bersih tiada awan, dari atas bumi kelihatan
begitu jelas, sangat indah menawan.
Betara Guru melihat wajah istrinya berseri-seri, sangat cantik dengan tubuhnya
yang sexy. Tiba-tiba Guru kepingin bermain cinta dengan istrinya, hasratnya tak
bisa dicegah. Istrinya berusaha menolak , tetapi tak kuasa.
Dengan nafsu berkobar Guru menggauli istrinya. Durga mengingatkan bahwa ini
bukanlah waktu dan tempat yang tepat untuk bercinta. Guru tak peduli.
Ketika nafsu Guru memuncak dan mencapai orgasme, Durga mendorong dan
melepaskan diri dari cengkeraman suaminya. Buah cinta Guru jatuh kebumi
dan masuk kelaut ,lalu benih itu tumbuh menjadi raksasa jahat yang bernama
Kala. Jadi Kala adalah produk yang salah, kama salah, yang dilahirkan dalam
keadaan dan waktu yang tidak tepat. Kala, yang adalah putra dewa-dewi menjadi
raksasa jahat yang maunya memakan daging manusia.
Sebelum Kala
datang di Jonggring Salaka, Guru meminta supaya usahanya untuk menjinakkan Kala
dibantu oleh Durga, karena bagaimanapun Durga adalah ibu dari Kala.
Sejelek-jeleknya anak tentu akan mendengarkan nasihat ayahanda dan ibundanya.
Guru juga memberitahu Narada, patihnya, bahwa Kala adalah anak Guru dan Durga,
tetapi Kala sendiri sampai saat ini tidak tahu.
Kala menghadap Betara Guru
Dijemput
para dewa, Kala datang di Suralaya dan langsung menghadap Betara Guru yang
didampingi oleh Durga dan beberapa petinggi dewa.Sikapnya tidak sopan, tidak
punya tata krama, bicaranya kasar dan seenaknya sendiri.Dia berdiri didepan
Guru dan langsung berteriak-teriak : “ Aku mau makan yang didepanku ini, sambil
menunjuk-nunjuk Guru”.
Narada bicara dengan nada tinggi : “ E, jangan ngawur kamu, beliau itu rajanya
para dewa dan bapakmu sendiri”.
Sambil menguap keras, Kala berkata : “ Tidak peduli bapakku sendiri, tetap mau
aku makan karena aku lapar”.
Durga tak tahan melihat kebringasan Kala dan malu hati atas kelakuan putranya
yang sama sekali tak menghormati ayahnya, Durga maju mendekati Kala dan berkata
dengan iba : “ Wahai Kala, hormatilah ayahmu, hormatilah orang tuamu”. Dengan
nada welas asih ,Durga memberi tahu Kala ,siapa dia sebenarnya”.
“ Kini Kala, kamu sudah tahu siapa kamu. Meskipun bentukmu raksasa, tetapi kamu
itu putranyanya Betara Guru yang rajanya para dewa dan aku adalah ibumu. Oleh
karena itu anakku, kamu wajib bersikap santun dan memegang tata karma”.
Agak kaget Kala menjawab : “ Kalau Guru memang bapakku, tentulah dia pandai .
Aku akan berdialog dengannya, kalau dia lebih pintar dari aku, baru aku
akui bahwa dia adalah bapakku”.
Dalam dialog panjang lebar antara Guru dan Kala, Guru bisa menjawab semua
pertanyaan Kala. Akhirnya Kala mengaku kalah dalam perdebatan, sehingga dia mau
mengakui Guru sebagai bapaknya. Sambil duduk bersila, dia berjanji menurut
apapun perintahnya.
Dengan penuh wibawa Guru bersabda : “ Wahai Kala, kau ku izinkan kembali kebumi
dan disana kau boleh memangsa manusia yang termasuk kategori sukerto. Tetapi
kau tidak boleh memangsa orang yang didadanya ada tulisan mantra Kalacakra
dan dikepalanya ada tulisan mantra Sastra Balik. Ini adalah
ketentuan dewa dan tidak boleh dilanggar, kalau kau melanggar kau akan menerima
hukuman berat yang tidak akan bisa kau hindari”.
Kala mengangguk,termenung, dalam batin berkata : “ Aduh, tentu aku akan hidup
kelaparan karena aku hanya boleh makan sukerto”. Dia mau tanya apa sukerto itu,
tetapi dia tidak berani. Dalam keputus asaan dia melihat ibunya, maksudnya mau
minta tolong.
Durga yang ibunya tanggap, dia mendekat ke anaknya dan mengatakan bahwa manusia
yang termasuk kategori sukerto itu banyak sekali, jadi Kala tak akan kelaparan,
jatah makanannya sangat berlimpah. Mendengar penjelasan ibunya Kala tersenyum
dan mohon pamit untuk kembali kebumi, karena dia sudah lapar sekali.
Kategori Sukerto
Pada garis
besarnya ada 3(tiga) macam kelompok sukerto, yaitu :
1.
Sukerto
karena kelahiran seperti anak tunggal, kembar; berdasarkan waktu kelahiran,
misalnya anak yang dilahirkan tengah hari atau saat matahari terbenam
dll.Sukerto kelompok ini adalah anak-anak yang sangat dicintai oleh orang tua
mereka, keselamatan dan kebahagiaan mereka selalu dipikirkan oleh orang tua
mereka.Terlebih para orang tua tersebut mengetahui bahwa anak-anak tersebut
termasuk dalam daftar sukerto.
2.
Sukerto
karena berbuat kesalahan meski tidak sengaja seperti : seperti memecahkan
gandhik, alat pembuat jamu; menjatuhkan dandang ( tempat untuk menanak nasi)
waktu sedang masak nasi.
3.
Sukerto
karena dalam hidupnya terkena banyak musibah, sial, penyakit dan sering diancam
bahaya.
Mengenai
berapa macam sukerto , itu ada beberapa versi. Menurut Pakem Pangruwatan
Murwakala ada 60 macam sukerto, Pustaka Raja Purwa ada 136 sukerto, Sarasilah
Wayang Purwa ada 22 sukerto, sedangkan menurut Buku Murwokolo ada 147
macam sukerto.
Sukerto yang berhubungan dengan kelahiran antara lain :
1.
Ontang-anting : Anak
tunggal laki-laki.
2.
Unting-unting : Anak tunggal
wanita.
3.
Gedhana-gedhini : Satu anak
laki-laki dan satu anak wanita dalam keluarga.
4.
Uger-uger lawang : Dua anak
laki-laki dalam keluarga.
5.
Kembar sepasang : Dua anak
wanita dalam keluarga.
6.
Pendhawa : Lima anak
laki-laki dalam keluarga.
7.
Pendhawa pancala putri : Lima anak perempuan dalam keluarga.
8.
Kembar : Dua anak
laki-laki atau wanita lahir bersamaan.
9.
Gotong Mayit : Tiga anak
wanita semua.
10. Cukil dulit : Tiga anak laki-laki semua.
11. Serimpi : Empat anak wanita semua.
12. Sarambah : Empat anak laki-laki semua.
13. Sendang kapit pancuran: Anak tiga, dua laki-laki, yang
tengah wanita.
14. Pancuran kapit sendang : Anak tiga, dua wanita, yang
tengah laki-laki.
15. Sumala : Anak cacat sejak lahir.
16. Wungle : Anak lahir bule.
17. Margana : Anak lahir sewaktu ibunya dalam
perjalanan.
18. Wahana : Anak lahir sewaktu ibunya sedang
pesta.
19. Wuyungan : Anak lahir diwaktu perang atau
lagi ada bencana.
20. Julung sungsang : Anak lahir ditengah hari.
21. Julung sarab : Anak lahir waktu matahari
terbenam.
22. Julung caplok : Anak lahir disenja hari.
23. Julung kembang : Anak lahir saat fajar.
Sukerto karena perbuatan salah atau tidak patut( Ora ilok) :
1.
Orang yang
bersiul saat tengah hari, itu tidak patut/ ora ilok.
2.
Orang yang
memecahkan gandhik, alat dari batu untuk membuat jamu.
3.
Orang yang
menjatuhkan dhandhang sewaktu menanak nasi.
Sukerto yang
dalam hidupnya mengalami banyak musibah, bencana dan sering sekali diancam
bahaya.
Ada orang
yang dalam menjalani hidup ini selalu tertimpa sial.Dalam melakukan
pekerjaan banyak salah, dalam usaha mengalami kegagalan. Terlibat banyak
urusan yang tidak enak, terkena macam-macam penyakit, boleh dikata hidupnya
tidak menyenangkan dlsb.
Ada yang bilang bahwa waktu dan kondisi selalu tidak berpihak kepadanya. Ada
sesuatu yang salah, sehingga orang tersebut perlu diruwat.
Dalam pemahaman kuno, orang-orang yang termasuk tiga kelompok sukerto itu perlu
diruwat secara tradisional. Mereka diruwat supaya tidak menjadi mangsa Kala,
terbebas dari gangguan dan bencana yang merupakan ancaman Kala.
Kita mengerti bahwa Kala artinya waktu dan waktu yang mengancam dan menimbulkan
bencana adalah waktu yang tidak baik, tidak tepat. Orang normal tentu berharap
perjalanan waktu hendaknya dan selalu diusahakan untuk berpihak kepada kita.
Sehingga hidup kita selamat, sehat, berkecukupan dalam bidang materi, tentram
jiwa kita , maju pekerjaan dan usaha, sukses dalam menjalani hidup ini, selalu
mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Rapat warga sebuah desa
Disebuah desa diadakan rapat warga yang diadakan di Balai Desa. Rapat dipimpin
langsung oleh kepala desa yang dipanggil Ki Ageng oleh rakyatnya. Seluruh
aparat desa dan kepala keluarga hadir dipertemuan yang penting tersebut. Ini
disebabkan, warga desa kehilangan rasa tentramnya pada akhir-akhir ini, karena
ada gangguan yang sangat menggelisahkan.
Penanggung jawab keamanan, Jagabaya melaporkan bahwa gangguan
maling bisa diatasi, kriminalitas sifatnya ringan-ringan saja dan tidak banyak.
Yang ditakutkan para orang tua adalah hilangnya beberapa anak dan remaja, yang
diculik oleh raksasa besar yang menakutkan. Ini terjadi mulanya terjadi
didesa-desa tetangga, tetapi kini mulai terjadi juga didesa ini.Petugas
Jagabaya dan anggota-anggota keamanan tidak mampu menangkap raksasa ganas
tersebut. Warga mohon kepada Ki Ageng untuk menemukan solusi segera.
Mengundang Ki Dalang Kandabuwono
Ki Ageng bertanya kepada seorang pinisepuh desa yang dihormati dan tinggi
ngelmu spiritualnya yang oleh orang-orang disebut Romo.
Ki Ageng bertanya :” Romo, siapa sebenarnya raksasa buas itu dan
sebenarnya apa yang terjadi?”
Romo menjawab dengan serius : “ Begini KI Ageng, keadaan desa sangat
serius,oleh karena itu harus dihadapi dengan cermat. Seluruh warga desa harus
siap siang dan malam dalam keadaan siaga. Menurut pengamatan batin saya,
raksasa itu adalah Kala.Dia bukan sembarang raksasa, dia itu sangat sakti.
Ki Ageng menyela :” Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan?”
Romo menjelaskan secara detail dan gamblang apa yang terbaik untuk dilakukan.
Ki Ageng mengumumkan keputusan musyawarah warga desa, yaitu :” Saudara-saudara
sekalian, kita akan nanggap wayang. Kita akan mengundang seorang dalang yang
berbobot dan mumpuni untuk mengadakan pagelaran wayang kulit dengan cerita
Murwakala. Dalang tersebut adalah Ki Dalang Kandabuwono yang kita percaya mampu
menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Selain seorang dalang sepuh, beliau
juga tinggi ngelmu spiritualnya. Semua hadirin setuju, lalu ditunjuk delegasi
untuk menghubungi Ki Dalang.
Siapa Ki Dalang Kandabuwono?
Setelah berunding dengan Narada, patihnya yang terpercaya, Betara Guru
sependapat bahwa makanan yang boleh dimangsa Kala, terlalu banyak.Tentu
penduduk bumi akan ribut.
Untuk itu Guru memutuskan untuk sementara turun kebumi untuk mengendalikan
Kala. Dia didampingi oleh Durga, Narada dan beberapa pengawal.
Begitu sampai bumi, mereka menyamar sebagai manusia. Guru menjadi seorang yang
berprofesi sebagai dalang wayang kulit yang bernama Ki Dalang Kandabuwono.Hal
pertama yang dilakukan rombongan dalang adalah menemui KI Lurah Semar yang
sebenarnya adalah seorang dewa sepuh, kakak Betara Guru, yang turun hidup di
mayapada/dunia untuk mengawal para satria yang berjuang demi kebaikan
,kemakmuran dan keadilan dunia berdasarkan kebenaran. Guru dan semua dewa
sangat hormat kepada Semar.
Syarat
pagelaran wayang
Terjadi pertemuan antara Ki Ageng yang didampingi pinisepuh dan pengurus desa
dengan Ki Dalang Kandabuwono yang didampingi istrinya, Semar dan beberapa
pengawal.Ki Ageng sebagai kepala desa yang bijak dan berpengalaman, begitu
ketemu Ki Dalang, langsung merasakan daya dan wibawanya yang kuat. Ki Ageng
yakin bahwa Ki Dalang adalah orang berkemampuan tinggi dan tentu akan sanggup
mengatasi kekacauan yang tengah terjadi.
Dengan ramah, sopan, tegas Ki Dalang menerima permintaan Ki Ageng dan warga
desa untuk mendalang dengan cerita Murwakala yang dimaksudkan untuk meruwat
para sukerto supaya tidak lagi diganggu Kala.Ki Dalang menyatakan bahwa semua
sukerto yang diruwat akan dibersihkan segala kotoran fisik dan jiwanya, akan dihapus
segala sial dan malapetaka sehingga tidak lagi diancam Kala dan sang waktu
jahat yang mengganggu kehidupan manusia. Ini juga disebut ruwat sengkolo.
Ki Dalang sanggup melakukan tugas mulia ini, tetapi ada syarat-syarat yang
harus dipenuhi. Ki Ageng agak kaget karena Ki Dalang punya syarat dan dia
bertanya dengan sopan :” Lalu apa syaratnya –syaratnya?”.
Dengan
santun tetapi tegas KI Dalang berkata : “ Semua anak, semua orang yang saya
ruwat menjadi anak KI Dalang, anak saya, sehingga Kala tidak lagi berani
mengganggu mereka karena mereka adalah anak Dalang Kandabuwono.”
Selanjutnya
KI Dalang berujar dengan jelas : “ Anak-anak yang telah saya ruwat, untuk Kala
sudah bukan lagi merupakan sukerto, mereka bukan lagi sukerto karena
sukerto-nya telah sirna”. “ Apa Ki Ageng dan para sukerto dan para orang tua
sukerto setuju?, tanya Ki Dalang. Semua menjawab setuju!!!
Selain itu para pinisepuh desa agar menyiapkan uborampe- hal-hal
yang diperlukan untuk ruwatan seperti sesaji.
Esensi Sesaji
Pada masa kini banyak orang terutama generasi muda yang tidak mengerti esensi
sesaji. Sesaji yang bermacam-macam itu bermaksud baik, bila diurai berarti :
- Panembah dan ungkapan
terimakasih kepada Gusti, Tuhan Sang Pencipta.
- Permohonan kepada Tuhan supaya
upacara dan tujuannya yang mulia mendapat berkah dan perlindungan Tuhan.
- Mendapatkan restu para
pinisepuh.
- Berisi petuah-petuah bijak
untuk menjalani hidup ini dengan baik dan benar.
- Supaya tidak ada gangguan
berupa apapun dari mahluk yang kelihatan dan”tidak kelihatan”.
Itulah daya
atau enerji yang diharapkan dari serangkaian sesaji yang komplit, yang
dirangkai dari berbagai hasil bumi, yang sudah sejak zaman kuno makuno
merupakan tradisi. Jadi inti dari sesaji adalah sebuah harapan, sebuah doa
terbaik.
Selain itu harus disediakan air suci dari tujuh sumber mata air yang berbeda.
Supaya tujuan ruwatan berjalan sebagaimana mestinya, upacara harus dilaksanakan
secara runut, cermat dan benar.
Selain Ki Dalang yang telah menyiapkan diri lahir batin, para sukerto dan orang
tuanya diwajibkan menghayati ruwatan yang berjalan. Ki Dalang ,para
sukerto dan orang tuanya berpakaian tradisional. Sebelum upacara para sukerto
mohon restu dari orang tuanya. Semua pihak yang terlibat memohon berkah Tuhan,
karena hanya dengan palilah Beliau segalanya berjalan lancar dan baik.
Uborampe/ peralatan yang dipergunakan dalang dan sukerto
- Sepotong kain putih yang
disebut mori, panjang 3 meter dibagi dua, yang sebelah diduduki dalang,
potongan lainnya diduduki sukerto.
- Diatas mori ditaburi bunga
mawar, melati, gambir.
- Blencong, lampu untuk menerangi
pagelaran wayang, digantungkan diatas dalang. Memakai bahan minyak
kelapa bukan dari penerangan listrik.
- Pakaian para sukerto pada waktu
upacara, sesudah selesai upacara diberikan kepada Ki Dalang.
- Disediakan nasi kuning dicampur
uang logam, nantinya disebar oleh dalang.
- Pengaron baru, tempat air terbuat dari
tanah liat yang diisi air dari tujuh sumber dicampur dengan kembang
setaman dari mawar, melati, kenanga dan dua buah telor ayam. Gayung yang
dipakai untuk memandikan sukerto terbuat dari buah kelapa dibagi dua,
daging kelapanya tidak dibuang.
Sesaji
Ruwatan
- Dua ranting kayu dadap srep
lengkap dengan daunnya.
- Dua batang tebu dengan daunnya.
- Sepasang kelapa muda.
- Dua ikat padi.
- Dua tandan buah kelapa.
- Dua tandan buah pisang.
- Alat dapur seperti
penggorengan, centong dll.
- Alat pertanian : cangkul,
arit,caping dll.
- Sepasang merpati, bebek, angsa
dll.
- Disedikan sejumlah ayam, satu
sukerto satu ayam.Ayam jago untuk sukerto lelaki dewasa, ayam betina untuk
sukerto wanita . Ayam jago muda untuk sukerto lelaki remaja, ayam betina
muda untuk sukerto putri remaja.
- 7/ tujuh lembar batik dengan
motif : bangun tulak, sindur, gading melati, poleng semen, truntum,
sulur ringin dan tuwuh watu.
- Kendil baru diisi beras dan
sebuah telor, dua sisir pisang raja, suruh ayu yang belum jadi,kembang
boreh- tepung beras dicampur kembang, uang dengan nilai Rp.25 atau Rp.250
atau Rp.2500.
- Tikar dan bantal baru, minyak
wangi, sisir, bedak, cermin dan kendil.
- Sekul among- nasi dengan sayuran dan telur,
biasanya untuk bancakan, syukuran anak kecil.
- Sekul liwet- nasi dengan lauk sambal
gepeng.
- Sepasang golong lulut-
dua bulatan nasi ketan dengan telur goreng.
- Beberapa buah ketupat, salah
satunya diisi ikan lele atau wader goreng.
- Golong orean untuk setiap sukerto ( bulatan
nasi dengan ayam panggang). Untuk setiap sukerto jumlahnya sesuai dengan
wetonnya.
- Misal sukerto yang wetonnya
Minggu Legi, golong oreannya 10 biji, yang Sabtu Paing jumlah oreannya 18,
begitu seterusnya.
- Tumpeng robyong, nasi tumpeng yang diatasnya
ditaruh cabe merah dicampur sayur gudangan dan telur rebus mengitari
tumpeng.
- Sekul gebuli, nasi kebuli dengan lauk ikan.
- Rasulan, nasi dengan lauk daging
kambing dan sayuran.
- Jajan pasar, beberapa kue yang biasa
dijual dipasar.
- Kala kependem,seperti ketela, kacang
dsb.
- Empat tumpeng nasi, warnanya :
merah, putih, hitam dan kuning.
- 7 macam rujak dan 7 macam
bubur. Jangan menir yang dibuat dari daun kelor, arang-arang
kembang- nasi goreng sangan dengan air gula, gethok-
potongan daging segar dengan santan dan air gula, edan-
potongan kunyit dari papah lompong/batang talas dengan air gula, ulek
–degan- irisan berbagai buah dengan cabai dan air gula, irisan
kelapa dicampur air kelapa ditambah gula kelapa.
- Berbagai bubur jenang : merah
putih, pliringan- garis-garis merah putih dengan sedikit
merah ditengah, bulus angrem – dalam bentuk bulus sedang
mengeram, palang- diatas bubur merah ada palang putih, sungsum
– bubur tepung beras diberi air gula Jawa.
- Tuak dan badek/ legen-
minuman segar dari pohon aren.
- Klepat-klepet- daun gadungsari dan dadap
srep dibungkus dengan daun kelapa.
- Klepon – serabi merah putih,
uler-uler – jadah dan wajik.
- Sepasang kembar mayang yang
dipayungi.
- Sebuah pecut baru.
- Sebuah sapu lidi yang diikat
dengan gelang perak.
Pagelaran wayang Murwakala
Diiringi
alunan gending lembut, Ki Dalang duduk bersila didepan kelir. Secara pelan dan
hati-hati diangkatnya wayang gunungan dan digetarkan pelan-pelan.
Itu adalah perlambang mulai bergulirnya kehidupan didunia yang berjalan pasti
sesuai dengan hukum alam. Sinar lampu blencong yang merupakan representasi
sinar kehidupan dari Gusti, Tuhan Yang Maha Agung menyinari Jagat Raya.
Pagelaran berjalan lancar dengan dihadiri KI Ageng, Romo, Semar, para pejabat
desa, para sukerto beserta orang tuanya dan hampir semua penduduk desa.
Suasana desa
jadi sepi, yang menjaga secara fisik adalah Jagabaya dengan beberapa anggota
keamanan. Sedangkan Romo yang “orang pintar”/ paranormal, membantu dengan
pengamanan gaib dengan cara melafalkan mantra saktinya.
Ada maling yang mencoba memanfaatkan saat sepi untuk membobol rumah, tetapi
dengan mudah bisa ditangkap oleh petugas keamanan.
Sementara itu diluar, Kala sedang mengejar-ngejar sepasang kedhono-kedhini(
kakak beradik laki-laki dan wanita) dan ontang-anting (anak
tunggal laki-laki).
Untuk menghindari Kala, ketiga sukerto tersebut masuk ketempat pagelaran wayang
dan bersembunyi.
Kala yang beringas ,begitu mendekat tempat pagelaran sepertinya jadi lemas dan
kehilangan nyali. Dia tidak kuat menerobos pagar gaib yang memagari tempat
pagelaran. Dia memilih untuk menunggu diluar sampai selesainya pertunjukan,
lalu ketigo sukerto mau dia tangkap.
Sewaktu menunggu Kala jatuh tertidur, lalu mendengkur. Semakin lama dengkurannya
semakin keras dan terus menerus. Para penonton yang dibaris belakang mulai
terganggu. Mereka mencari tahu, siapa yang mendengkur begitu keras sehingga
mengganggu pagelaran. Beberapa orang terkejut menemukan ada raksasa besar
sedang tidur dibalik semak-semak. Orang-orang itu berteriak: “ Ada buto, ada
buto ( raksasa)!” Romo tahu bahwa raksasa itu Kala. Bersama Semar, Romo
membangunkan Kala. Kala merasa kalah wibawa dan menurut saja diajak menghadap
Ki Dalang Kandabuwono.
Dialog Ki Dalang dengan Kala
Kala ditanya oleh Ki Dalang kenapa dia ribut dan mengganggu pagelaran wayang.
Dengan nada marah dan tidak sabar Kala menjawab bahwa dia sedang mengejar 3
sukerto yang sembunyi diantara penonton. Sukerto itu jatah makanannya dan
siapapun tak boleh menghalangi, kalau menghalangi mau dia makan juga.Kala yang
sudah lapar sekali semakin menunjukkan watak sombongnya, dia meremehkan semua
orang disitu. Dia pikir tak ada satu orangpun yang mampu mengalahkannya.
Ki Dalang dengan sabar meminta Kala tenang dan menjelaskan maksudnya. Kata-kata
Ki Dalang sangatlah berwibawa. Suasananya mencekam, apalagi disitu ada
Semar, Romo. Kala yang garang jadi menyusut nyalinya. Ki Dalang bilang bahwa
Kala harus mendengarkan kata-kata dari orang yang lebih tua dari dia.Kala
bilang bahwa dia lebih tua dari semua manusia, artinya dia juga lebih tua
dari Ki Dalang, sehingga Ki Dalang yang harus menurut.
Terjadi perdebatan yang ramai, keduanya mengaku lebih tua.
Sebagai jalan keluar mereka sepakat, Kala akan mengajukan teka-teki (
cangkriman dalam bahasa Jawa) dan pertanyaan. Bila Ki Dalang bisa
menjawab, Kala akan mengakui kalah tua, sebaliknya kalau Ki Dalang tak mampu
menjawab, maka Kala lebih tua.
Dengan disaksikan para pinisepuh dan segenap hadirin terjadilah tanya jawab
mengenai berbagai hal yang meliputi seni budaya, terjadinya jagat raya dan
manusia, juga mengenai hidup sejati. Semua pertanyaan Kala dijawab dengan lugas
dan benar oleh Ki Dalang. Kala heran dengan kemampuan Ki Dalang yang begitu
luas pengetahuannya termasuk kebatinan.
Dia menduga KI Dalang tentulah orang yang sangat hebat. Kala terpaksa mengakui
bahwa dia kalah dalam perdebatan dengan Ki Dalang dan oleh karena itu dia
bersedia mendengarkan nasihat Ki Dalang.
Ki Dalang bertanya : “ Bagaimana, apakah kamu masih ada pertanyaan?’
Kala menjawab tidak, karena pertanyaan yang sulitpun bisa dijawab oleh Ki
Dalang. Karena penasaran Kala bertanya :” Kalau boleh aku tahu, siapa
sebenarnya KI Dalang ini?’
Dijawab: “ Aku KI Dalang Kandabuwono.yang memerintah kamu dan semua perintah
itu harus kamu turuti. Kalau tidak kamu akan celaka.
Kala bersedia memenuhi semua perintah Ki Dalang.
(Sampai saat adegan dialog diatas, Ki Dalang yang mendalang masih memakai
ikat kepala/topi yang berupa blangkon. Kini ketika adegan dalang
mau memberi nasihat dan perintah kepada Kala artinya ini saat penting
bagi Kala dan sukerto, maka dalang mengganti blangkonnya dengan memakai udheng.
Seorang Jawa tradisional pada masa dulu, kalau sedang samadi atau nayuh,
memohon jawaban dari Gusti, Tuhan, ikat kepala yang dipakai adalah udheng,
artinya supaya mudheng- mengerti dengan benar kehendak Tuhan).
Mantram Sakti
Dengan penuh wibawa Ki Dalang Kandabuwono bersabda kepada Kala:” Wahai Kala,
aku akan menuliskan sebuah mantram sakti didadamu. Siapapun yang bisa membaca
mantram dan siapa saja yang bisa mengucapkan mantram ini, tidak boleh
kamu jadikan korbanmu, bahkan tidak boleh kamu ganggu. Mengerti?”
“ Kalau kamu nekad melanggar, kamu akan mendapat hukuman berat dari Sang Hyang
Jagadnata, Gusti, Tuhan”.
Kala
menunduk dan berkata lirih bahwa dia menurut perintah Ki Dalang
Nama mantram
itu adalah Rajah Kalacakra sebagai berikut :
Yamaraja-Jaramaya; Yamarani-Niramaya; Yasilapa-Palasiya;
Yamidosa-Sadomiya; Yadayuda-Dayudaya; Yasiyaca- Cayasiya; Yasihama- Mahasiya.
Artinya :
Siapapun yang menimbulkan keributan, hilang kekuatannya. Siapa yang datang
untuk membuat celaka, hilang dayanya. Siapa yang membuat kelaparan, mulai
sekarang harus memberi banyak makanan. Siapa yang membikin kemelaratan , harus
membangun kemakmuran. Siapa yang berbuat dosa , wajib menghentikan nafsu
jahatnya. Siapa yang mengobarkan perang, pasti sirna kekuatannya. Siapa yang
berkhianat dan kejam, harus berbuat welas asih. Siapa yang suka merongrong,
menjadi parasit, harus merobah sikap dengan menghormat dan kasih kepada
sesama.
Perbawa
mantram itu sangat kuat membuat Kala gemetar dan miris. Dengan sangat hormat
Kala berkata kepada Ki Dal;ang : “ Saya amat miris mendengar mantram ini,
siapapun yang bisa membaca dan mengucapkan mantram Rajah Kalacakra, tidak akan
saya ganggu”.
Masih ada
satu mantram lagi yang diucapkan Ki Dalang. Siapapun yang mengucapkan mantram
ini tidak akan diganggu Kala. Nama mantram : Hanacaraka Kebalik, bunyinya :
Ngathabagama, nyayajadhapa, lawasatada, karacanaha.
Mendengar mantram itu lunglai tubuh Kala tidak punya daya.
Kini Kala benar-benar tunduk kepada Ki Dalang Kandabuwono, orang mahasakti,
mahabijak.
Sukerto yang diruwat
Pada waktu Ki Dalang melafalkan kedua mantram sakti, para sukerto dengan sadar
dan penuh perhatian mendengarkan dan menghayatinya. Sehingga secara alami daya
mantram bekerja dan dengan berkah Gusti, Tuhan akan mengusir siapa saja yang
mau menjahati sukerto yang diruwat, dimanapun dan kapanpun.
Ki Dalang
memberitahu Kala bahwa setiap sukerto yang telah diruwat oleh Ki Dalang telah
menjadi anak Ki Dalang, mereka tidak boleh diganggu dan dimangsa oleh Kala.
Kala setuju.
Ki Dalang mulai menyebut nama sukerto satu per satu dengan jelas, sebagai
berikut :
Pramananing jabang bayi ( hidup sejati dari si bayi) ( lalu sebut
namanya) misalnya Utami, unting-unting, anak perempuan tunggal.
Pramananing jabang bayi Basuki, ontang-anting, anak
laki-laki tunggal.
Setalah
semua sukerto yang diruwat disebut namanya, Ki Dalang berkata kepada Kala : “
Itu tadi yang saya sebut nama-namanya adalah sukerto yang telah saya ruwat.
Meraka adalah anak-anakku. Kamu tidak boleh mengganggu mereka”.
Kala menurut, setuju.
Kala mohon diberkati
Ki Dalang Kandabuwono menetapkan Kala menjadi penghuni hutan Krendowahono.
Sebelum berangkat kesana, Kala mohon diberkati dengan Santi Puja Mantra
supaya hidupnya selamat. Ki Dalang setuju, lalu Kala dimandikan dengan
berbagai air bunga.
Kala juga meminta sesaji untuk bekal hidupnya, berupa : alat-alat pertanian,
hasil bumi, alat dapur, ternak seperti sapi, kerbau, kambing, ayam, itik dll.,
kain panjang, beberapa jenis makanan, tikar, bantal dan selimut.
Ki Dalang memanggil Bima supaya mengusir semua anak buah Kala yang berupa
berbagai jenis mahluk halus jahat dan bekasaan untuk juga pergi kehutan. Bima
mengusir mereka semua dengan menggunakan pecut dan sapu lidi yang diikat dengan
tali perak.
Prosesi ruwat tahap akhir
Sesudah Kala dan semua anak buahnya pergi, Ki Dalang melanjutkan prosesi ruwat.
Dengan mantap dan penuh perbawa Ki Dalang berkata :
Yo aku
dalang sejati, yo aku sing menang miseso ing siro, sukerto wis lebur ilang dadi
banyu. Mung gari rahayune.
Artinya : Ya akulah dalang sejati, akulah yang berwenang mengurusi kalian.
Sukerto kalian hilang, sudah menjadi air. Yang ada hanyalah keselamatan kalian.
Lalu Ki Dalang akan membuka jatidirinya sendiri dengan mengatakan :
Ya aku dalang Kandabuwono, ya aku dalang ( sebut namanya sendiri) misalnya Ki
Timbul Hadiprayitno.
Anak-anak
yang diruwat rambutnya sedikit digunting oleh Ki Dalang. Sesudah itu semua yang
sudah diruwat sowan kepada Ki Dalang untuk mohon pangestu/berkah.Beberapa
wayang kulit yang berperan sebagai sukerto diruwat juga dengan cara kakinya
dimasukkan kedalam pengaron/tempat air dan dicuci dengan air kembang, mereka
sudah lagi bukan sukerto.
Ki Dalang Kandabuwono setelah menyelesaikan tugas, berubah wujud lagi jadi
Betara Guru, demikian juga pengiring yang lain, berubah jadi Durga dan
dewa-dewa. Setelah berpamitan kepada Ki Lurah Semar, Ki Ageng, Romo dan semua
warga desa , rombongan dewa kembali lagi naik ke Swargaloka.
Ki Dalang mencopot udheng dan memakai blangkon lagi.
Mereka yang diruwat dimandi sucikan satu per satu oleh Ki Dalang.
Upacara ritual ruwatan paripurna. Semua yang diruwat mendapatkan jalan
kehidupan yang baik, terang. Dengan berkah Gusti, Tuhan, semoga selalu selamat,
sehat, sejahtera, sukses lahir batin. Semoga.
Sumber:Google
|
Posting Komentar